Sunday, November 1, 2009

Sekilas Metode Perencanaan Proyek

METODE PERENCANAAN PROYEK
YANG
BERORIENTASI PADA TUJUAN

ZOPP adalah metode perencanaan proyek yang dikembangkan oleh Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH dan digunakan untuk perencanaan proyek-proyek kerjasama teknis Republik Federal Jerman dengan negara-negara mitra.

Lembar peraga ini dikembangkan atas dasar bahan-bahan ZOPP dari Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, Team Consult Berlin dan P.T. Binakelola Pembangunan.


IEL (Tujuan)
RIENTIERTE (Berorientasi)
ROJECT (Proyek)
PLANUNG (Perencanaan)


METODE ZOPP

ZOPP adalah :

Seperangkat alat perencanaan yang digunakan secara bertahap mulai dari Analisis Keadaan hingga Rancangan Proyek.

Alat-alat ZOPP adalah:

ANALISIS KEADAAN
• ANALISIS PERMASALAHAN
Menyidik masalah-masalah yang terkait dengan suatu keadaan yang ingin diperbaiki melalui suatu proyek pembangunan.

• ANALISIS TUJUAN
Meneliti tujuan-tujuan yang dapat dicapai sebagai akibat dari pemecahan masalah-masalah tersebut.

• ANALISIS ALTERNATIF
Menetapkan pendekatan proyek yang paling memberi harapan untuk berhasil.

• ANALISIS PERAN
Menyidik pihak-pihak (lembaga, kelompok, masyarakat, dsb.) yang terkait dengan proyek dan mengkaji kepentingan dan potensinya.
RANCANGAN PROYEK

- MATRIKS PERENCANAAN PROYEK (MPP)
Mengembangkan rancangan proyek yang taat azas dalam suatu kerangka logis.


Ciri-ciri utama dalam penerapan ZOPP adalah:

- Kerja Kelompok (Teamwork)
Perencanaan dilaksanakan oleh, sedapat mungkin, semua pihak yang terkait dengan proyek.
Partisipasi

- Peragaan
Setiap tahap dalam perencanaan direkam secara serentak dan lengkap pada papan (pinboard) atau lembar kertas ukuran besar (flipchart) agar semua peserta selalu mengetahui perkembangan perencanaan secara jelas.
Transparansi

- Moderasi (Fasilitasi)
Kerjasama dalam perencanaan diperlancar oleh orang-orang yang tidak terkait dengan proyek ( fasilitator).
Mereka membantu pula untuk mencapai
Mufakat


ZOPP berguna untuk:

- meningkatkan komunikasi dan kerjasama diantara pihak-pihak yang terkait melalui perencanaan bersama dan dokumentasi semua tahap perencanaan.

- mencapai pengertian yang sama dan menghasilkan definisi yang jelas mengenai keadaan yang ingin diperbaiki dengan proyek.

- merumuskan definisi yang jelas dan realistis tentang tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.

- Menghasilkan rencana proyek sebagai landasan kerjasama untuk pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi proyek.


Mutu hasil perencanaan sangat tergantung pada informasi yang diberikan.

Sebelum memulai perencanaan, pastikan, sedapat mungkin, semua pihak yang berkaitan dengan bidang yang ingin direncanakan, juga terlibat atau terwakili.


ANALISIS PERMASALAHAN


Adalah suatu alat untuk :

- menyidik masalah-masalah utama yang terkait dengan suatu keadaaan yang ingin diperbaiki.
- meneliti sebab-sebab dan akibat-akibat dari masalah-masalah tersebut.
- memperlihatkan informasi ini sebagai rangkaian hubungan Sebab-Akibat dalam suatu diagram.


Bagaimana cara melakukannya ?

Tahap1: Tulislah rumusan-rumusan singkat dari calon “masalah inti” pada kartu-kartu dan tempelkan pada papan.

Tahap 2: Pilihlah satu masalah inti.

Tahap 3: Telitilah masalah-masalah lainnya yang menyebabkan masalah inti; letakkan kartu-kartu ini di bawah masalah inti.

Tahap 4: Telitilah masalah-masalah lainnya yang diakibatkan oleh masalah inti; letakkan kartu-kartu ini diatas masalah inti.

Tahap 5: Bentuklah suatu diagram; untuk itu, tunjukkan semua hubungan Sebab-Akibat yang penting dengan tanda panah.

Tahap 6: Periksalah diagram secara keseluruhan, dan, apabila diperlukan, perbaikilah untuk menjamin keabsahan dan kesempurnaan Analisis Permasalahan.


Perhatikanlah !

1. Rumuskanlah masalah sebagai keadaan negatif.

2. Tulislah hanya satu masalah pada satu kartu.

3. Catatlah hanya masalah-masalah yang nyata dan janganlah masalah-masalah yang dibayangkan atau yang diperkirakan mungkin akan timbul pada masa depan.

4. Masukkanlah hanya masalah-masalah yang dianggap penting oleh sebagian besar anggota kelompok perencana.
Janganlah terpaku pada rincian yang terlalu dalam pada satu bagian Analisis Permasalahan.

5. Letak suatu masalah pada diagram tidak menunjukkan pentingnya dan tida pentingnya masalah tersebut.
Dalam hal ini, masalah inti bukanlah masalah terpenting, tetapi suatu masalah yang agak sentral dalam keadaan/ bidang yang ingin diteliti.

6. Tunjukkanlah hanya hubungan Sebab-Akibat yang utama dan langsung.


ANALISIS TUJUAN


Adalah suatu alat untuk:

- Meneliti tujuan-tujuan yang akan dicapai sebagai akibat dari pemecahan masalah-masalah yang telah disebutkan dalam Analisis Permasalahan.

- Menelaah hubungan Tindakan-Hasil di antara tujuan-tujuan tersebut.

- Memperlihatkan informasi ini sebagai rangkaian hubungan Tindakan-Hasil dalam suatu diagram.


Bagaimana cara melakukannya ?

Tahap 1: Mulailah dengan Analisis Permasalahan dan kemudian gantilah semua pernyataan negatif (masalah) menjadi pernyataan keadaan positif (tujuan).

Tahap 2: Telitilah semua tujuan dan hubungannya agar masuk akal dan layak serta sesuaikanlah apabila diperlukan.

Tahap 3: Bentuklah suatu diagram; untuk itu, tunjukkan dengan tanda panah semua hubungan Tindakan-Hasil yang utama dan langsung.

Tahap 4: Periksalah diagram secara keseluruhan dan kemudian pertajamlah untuk menjamin keabsahan dan kesempurnaan Analisis Tujuan.
Perhatikanlah !

1. Analisis Tujuan bukanlah suatu hal yang boleh dikerjakan secara dangkal. Analisis Tujuan diharapkan lebih tajam, absah, dan sempurna dibanding
analisis Permasalahan.

2. Struktur Analisis Tujuan mungkin berbeda dengan Struktur Analisis Permasalahan.

- pernyataan-pernyataan terdahulu mungkin perlu dihapuskan atau dirumuskan kembali.
- tujuan-tujuan baru mungkin perlu ditambah apabila hal ini bersangkut-paut dan penting untuk mencapai tujuan tertentu di dalam Analisis Tujuan.



ANALISIS PERAN


Adalah suatu alat untuk :

- memberikan gambaran mengenai semua lembaga dan kelompok yang berkaitan atau berkepentingan dengan proyek.

- Menyidik kepentingan/prioritas pihak-pihak tersebut.


- Menelaah konsekuensi dan implikasi yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana proyek.


Bagaimana cara melakukannya ?

1. tulislah pada kartu-kartu, semua lembaga/kelompok yang berkaitan atau berkepentingan dengan proyek.

2. Kelompokkan pihak-pihak tersebut (misalnya penerima manfaat, lembaga pelaksana, mitra proyek).

3. Sebutkan ciri usaha (untuk kelompok perorangan/swasta) atau tugas/ fungsi (untuk lembaga).

4. Telaahlah untuk setiap pihak:
- kepentingan/ prioritas,
- potensi/ kemampuan,
- kelemahan yang dimiliki atau hambatan yang dialami.

5. Atas dasar keadaan lembaga/ kelompok, telaahlah konsekuensi dan implikasi yang harus dipertimbangkan sebagai kegiatan-kegiatan dan resiko proyek.


Perhatikanlah !

Dalam urutan alat-alat ZOPP yang digunakan untuk menganalisa keadaan yang ingin diperbaiki dengan proyek, Analisis Peran juga dapat diterapkan sebagai langkah pertama apabila pendekatan proyek atau Tujuan-Tujuan dan Kegiatan-Kegiatan Proyek telah dtentukan.

Hal ini misalnya, apabila ZOPP digunakan dalam rangka evaluasi dan penyesuaian rencana proyek.

Disamping itu, langkah pertama dan kedua dari Analisis Peran juga dapat dilaksanakan sebalum Analisis Permasalahan untuk mengetahui siapa sajakah pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang ingin dianalisis.



ANALISIS ALTERNATIF

Adalah suatu alat atau tata cara untuk:

- melihat beberapa kemungkinan pilihan (alternatif) hubungan Tindakan-Hasil (rangkaian tujuan) dari Analisis Tujuan yang mengarah pada suatu keadaan tertentu yang diinginkan (tujuan).

- Menilai masing-masing alternatif untuk mengetahui apakah rangkaian tujuan tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan Strategi Proyek.

- Memilih salah satu rangkaian tujuan.


Bagaimana cara melakukannya ?

Tahap 1: Pelajari kembali Analisis Tujuan. Tentukanlah, secara garis besar, tujuan manakah yang ingin dicapai sebagai dampak utama proyek.

Tahap 2: Telaahlah beberapa alternatif rangkaian tujuan yang mengarah pada tujuan tersebut.
Tahap 3: Nilailah masing-masing alternatif tersebut apakah layak digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan Strategi Proyek. Untuk itu, tentukanlah kriteria dan cara penilaian yang cocok.

Tahap 4: Pilihlah salah satu alternatif.


Perhatikanlah !

1. Metode ZOPP tidak menerapkan kriteria dan cara penilaian yang baku untuk menilai alternatif-alternatif, karena:

- pilihan tersebut sangat tergantung dari kepentingan dan prioritas pihak-pihak yang akan terlibat dalam pelaksanaan

- merangsang suatu proses pembahasan yang mendalam tentang alternatif-alternatif pendekatan proyek.


2. Berikutnya adalah beberapa contoh kriteria penilaian yang dapat digunakan:

- kebutuhan sarana proyek (anggaran, personil, dll.);

- jangka waktu pelaksanaan proyek yang tersedia;

- peluang berhasilnya pencapaian tujuan-tujuan;

- prioritas kebijaksanaan pemerintah;

- apa saja yang sedang dikerjakan oleh pihak lain (hindarkanlah tumpang tindih !);

- apakah proyek tersebut dapat memberikan sumbangan bagi usaha-usaha lain ?;

- kemungkinan kesinambungan perkembangan kegiatan dan dampak proyek setelah proyek berakhir (sustainability);

- dampaknya terhadap lingkungan;

- perbandingan keuntungan-biaya dan sebagainya.


3. Jangan mengharapkan bahwa rangkaian tujuan yang dipilih sebagai alternatif pendekatan proyek dapat diambil sebagai Tujuan-Tujuan dan Kegiatan-Kegiatan Proyek begitu saja.

Biasanya, rangkaian tujuan tersebut perlu disesuaikan untuk menjadi lengkap, taat azas/logis dan realistis.

Mengelola Program

Mengelola Program Percontohan (Pilot Programme)


Pada Oktober 1978, Benyamin U. Baqadion, Asisten Administrator NIA – Administrasi Irigasi Nasional menilai hasil-hasil dari proyek percontohan untuk menguji pendekatan partisipatif pada pengembangan sistim irigasi yang dikelola oleh petani. Proyek percontohan awal, yang telah diajukan tahun 1976 di Laur, Nueva Ecija, telah meninggalkan hasil yang meragukan. Di satu isi, Bagadion diyakinkan bahwa NIA telah belajar banyak tentang proses peningkatan partisipasi petani dan pengembangan kapasitas serta ketrampilan petani untuk pengelolaan sistim irigasi yang independen. Proyek Laur menunjukan, petani dapat memberikan kontribusi positif selama perencanaan dan konstruksi proyek irigasi. Petani Laur telah menyediakan tenaga dan bahan-bahan konstruksi; mereka mengorganisir diri dalam kelompok-kelompok untuk melakukan tugas dan fungsi-fungsi khusus. Mereka telah menunjukan bahwa mereka dapat membuat keputusan-keputusan penting sebagai sebuah kelompok.

Tetapi di lain pihak, dam yang baru saja dibangun di Laur beberapa bulan lalu hancur setelah hujan lebat yang membawa banjir. Ahli-ahli tehnik NIA merasa kecewa dengan ketrlibatan petani di dalam proyek NIA. Hancurnya dam Laur memperkuat keraguan para ahli teknis NIA tentang efektivitas keterlibatan petani dalam proyek irigasi.

NIA dan Program Komunal

Awalnya, NIA adalah bagian dari Biro Pekerjaan Umum, kemudian berkembang menjadi Perusahaan Pemerintah yang luas dikenal luas di Pilipina dan di luar negeri tentang keahliannya dalam hal pembangunan sistim irigasi. Dalam hal sistim irigasi nasional , NIA tidak hanya bertanggung-jawab untuk pembangunan konstruksi, tetapi juga pengembangan sistim operasi dan pemeliharaaan. Petani-petani yang tercakup dalam sistim ini membayar iuran untuk pelayanan irigasi NIA. Dalam sisitem irigasi di Pilipina, petani mendapatkan air dari jaringan irigasi nasional, yang dapat mengairi sekurangnya 1000 ha, dan air dari sistim irigasi komunal -- suatu sisim komunal yang mengairi sekitar100 ha. Kedua sistem ini dimiliki, dioperasikan dan dipelihara oleh pengguna air sendiri.

Dengan tersedianya konstruksi dan bantuan rahabilitasi dari NIA, petani-petani harus mengangsur biaya-biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk sistim jaringan irigasi. Dalam Survai tahun 1978 yang dilakukan oleh NIA, terdapat 5.500 sistim komunal mencakup lebih dari 500.000 ha atau secara kasar sama dengan sejumlah ha yang diairi oleh sistim nasional. Sejak pertengahan 1950-an, bantuan pemerintah bagi komunitas petani terus meningkat. Antara 1955 sampai 1978, NIA membangun atau memperbaiki lebih dari 1500 sistim komunal yang meliputi sekitar 147.000 ha. Dalam kalender tahun 1979, NIA mengharapkan dapat menyelesaikan lain 368 sistim yang melayani 63.000ha.

Dalam 2 dekade berikutnya, NIA memfokuskan diri pada pembangunan sub-sektor komunal. Kebanyakan sungai besar di negeri ini sudah dimafaatkan untuk mensuplai air bagi jaringan nasional. Terutama pada saat kenaikan harga minyak bumi pada awal 1970-an telah secara langsung mengurangi tersedianya dana luar dan dalam negeri untuk pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Biaya hidup juga meningkat seiring dengan meningkanya harga minyak OPEC. Hal ini sekaligus juga mengakibatkan peningkatan biaya operasional dan pemeliharaan sistem irigasi, baik nasional maupun komunal. Biaya untuk pengembangan sistem irigasi komunal dapat dibantu oleh Pemerintah, sebesar rata-rata $660 per ha. (untuk irgasi nasional mencapai $1860/ha.), sehingga NIA tidak perlu membiayai biaya operational dan pemeliharaan.

NIA memisahkan kantor proyek untuk pembanguan sistim irigasi nasional. Setelah proses pembangunannya selesai, proyek ini selanjutnya diserahkan kepada pihak Pengawas Irigasi (Irrigation Superintendents. Dalam pelaksanaan program komunal, tergantung dari organisasi yang ada. NIA mengelola 67 kantor irigasi tingkat Propinsi (PIE), masing-masing diketuai oleh tenaga ashli tingkat Propinsi di bawah Direktorat Irigasi Regional (RID). Di kantor pusat, divisi pelaksanaan proyek komunal (CPID) memonitor keseluruhan program.

PIE bertanggung-jawab dalam melakukan inventarisasi proyek-proyek komunal yang potensial, survai awal dan penelitian tehnis serta persiapan program tahunan dan anggaran. RIO meriview proposal-proposal dari PIE, melaksanakan penelitian teknis lebih lanjut, dan bila diperlukan akan meneruskannya program konsolidasi regional ke kantor pusat. Kantor Pusat selanjutnya mereview proposal-proposal ini sesuai dengan perumusan program konsolidasi nasional untuk diajukan ke Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Keuangan dan Dewan Nasional. Berdasarkan bantuan yang disetujui oleh dewan, kantor pusat dan RIO melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam program pembangunan selama tahun itu. Kemudian PIE mulai meneliti disain secara rinci dan memperkirakan anggaran. Rata-rata setiap PIE melaksanakan 5 proyek komunal setahun. Pembangunan yang sedang berjalan akan disupervisi oleh insinyur proyek atau pengawas yang berpengalaman dari panitia regular dari PIO atau yang dikontrak selama masa proyek.

Aspek institusi dari pembangunan irigasi

NIA telah menunjukan kemampuan merancang dan pelaksanaan pembangunan konstruksi irigasi yang berskala besar seperti pembangunan sistem irigasi terpadu Pampanga yang meliputi luas areal 95.000 ha. Tetapi di tingkat menejemen lembaga, mulai muncul keraguan apakah keahlian rancang bangun cukup menjamin keberhasilan NIA mengembangkan sistim irigasi komunal. Terlalu banyak keluhan dari kelompok-kelompok petani yang disampaikan ke kantor pusat bahwa sistim yang dibangun dengan program itu tidak dapat menyediakan pelayanan irigasi yang memadai, tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan mereka dan terlalu mahal. NIA berharap dapat mengalokasikan dana kepada komunitas karena hal ini penting untuk dapat mengelola program lebih efektif.

Meskipun kecil dan secara teknis tidak terlalu rumit, proyek-proyek irigasi komunal membutuhkan interaksi yang lebih intensif dengan para petani. Interaksi semacam ini telah menghasilkan cukup banyak konflik antara petani dan NIA, sehingga manajemen puncak sangat prihatin. Penyebab umum dari konflik yang muncul antara NIA dengan petani berkaitan dengan lokasi saluran dan struktur lainnya, rekrutmen tenaga konstruksi, kualitas sarana konstruksi, dan biaya konstruksi. Petani seringkali tidak bersedia menyediakan tanah untuk pembangunan saluran karena mereka tidak setuju dengan lokasi saluran. Konflik juga muncul ketika tenaga konstruksi disewa dari wilayah lain. Juga ada pengaduan dari petani yang mengatakan bahwa fasilitas tertentu rusak, konstruksinya jelek atau tidak selesai. Poin lain yang menjadi penyebab konflik adalah perhitungan biaya total proyek, yang kemudian akan menjadi dasar perhitungan pinjaman petani. Dalam hal ini NIA seringkali dituduh tidak memiliki kemampuan, sombong dan tidak bertanggung jawab, sementara petani sering dikatakan tidak kooperatif, tidak disiplin dan selalu membuat masalah. Dalam banyak kasus, perkumpulan petani pemanfaat air menolak jaringan irigasi yang baru dibangun atau yang baru diperbaiki oleh NIA. Yang lebih umum lagi adalah cepatnya kerusakan sistim irigasi tersebut karena ketidak-mampuan atau ketidaksediaan petani mengoperasionalisasikan dan melakukan monitoring secara rutin.

Kasus-kasus ini memberikan pelajaran kepada lembaga untuk memberi perhatian yang lebih besar pada peran sebagai pendukung dan memotivasi kelompok petani pemanfaat agar lebih padu. Peraturan pemerintah tahun 1974 yang menetapkan kelompok petani pemanfaat air membayar biaya konstruksi dan perbaikan sistim irigasi komunal, ternyata mensyaratkan dibentuknya kelompok petani pemanfaat air agar mendapatkan bantuan NIA. Karena, bagaimanapun, petani pada akhirnya akan meminjam uang dari Pemerintah untuk proyek ini, tentu wajar jika mereka membentuk badan legal dapat memenuhi kontrak pinjaman dengan NIA. Bulan Nopember 1975, NIA telah mengontrak perusahaan pengembangan sistim pertanian (FSDC) untuk melakukan pengorganisasian di wilayah dimana NIA akan membangun sistim irigasi komunal.

Tetapi Bagidion menyadari sebenarnya tidak sulit untuk mengorganisir kelompok petani pemanfaat air bila tujuannya hanya untuk menyelesaikan pekerjaan konstruksi. Sebuah makalah yang disusun untuk maksud ini tidak dapat mengabaikan fungsi-fungsi yang diyakini Bagadion sebagai dasar bagi penampilan dari sistem tersebut. Kecuali kelompok tani dapat merumuskan dan melaksanakan mekanisme pendistribusian air secara merata, menyelesaikan konflik di antara anggota dan melaksanakan prosedur operasional dan pemeliharaan. Banyak yang meragukan bahwa setiap sistim irigasi yang dibangun oleh NIA akan menghasilkan manfaat bagi petani dalam jangka panjang.

Karena beban biaya operasional dan pemeliharaan pada akhirnya harus dibayar oleh para petani, tentu logis jika mereka dilibatkan dalam proses perencanaan, disain dan sistim konstruksi. Ini merupakan dasar pemikiran program percontohan yang diluncurkan tahun 1974 oleh NIA dengan bantuan dana dari Ford Foundation. Diakalangan NIA, Bagadionlah (yang kemudian sebagai administrator pembantu untuk proyek khusus), yang membantu mengkonseptualisasikan sekaligus mengembangkan usulan tersebut.

Program percontohan di Laur

Rencana proyek percontohan ini berputar di antara sejumlah elemen kunci. Ini disadari sebagai asumsi dasar bahwa pengembangan sistim irigasi komunal tidak hanya melibatkan aspek teknis tetapi juga sosial atau kerja kelembagaan. Kebalikan dengan prokyek-proyek komunal regular, dimana pekerjaan pengorganisasian dikontrakan pada FSDP, tanggung jawab untuk tugas teknis dan kelembagaan dalam proyek percontohan akan terletak dalam satu lembaga. Nia akan merekrut dan menyebarkan community organizer (CO) sendiri yang akan membantu petani mengembangkan kelompok petani pemanfaat airnya. Para CO ini akan hidup bersama petani, membantu mereka mengorganisir panitia kerja, sebagai fasilitator dalam pertemuan kelompok dan membantu perencanaan serta merumuskan program bagi kelompok. Selain bantuan CO sehari-hari, NIA akan membuat jadual lokakarya dinamika kelompok dan program pelatihan lain untuk petani. Tujuan untuk mengembangkan kelompok yang padu dipersiapkan untuk bekerjasama dengan NIA sebagai mitra dalam perencanaan, disain dan pembangunan struktur yang diperlukan dalam sistim. Pekerjaan konstruksi tidak akan dimulai sebelum CO bekerja diantara petani selama 6 bulan.

Pemilihan Laur sebagai lokasi proyek percontohan ini dipengaruhi oleh dugaan bahwa sistim nasional akan dibangun di Laur oleh Divisi Khusus Proyek. Dan karena Bagadion sebagai kepala divisi, ia dapat memfasilitasi pinjaman teknisi dan peralatan untuk proyek percontohan ini.
NIA pada awalnya bermaksud membangun 2 sistim irigasi komunal di Laur, satu mengairi 900ha dan yang lainnya 500 ha. Munculnya faksi-faksi petani dalam sistim yang lebih besar, memaksa NIA secara tegas menunda bantuan pembangunan. Tetapi dalam BSIA, yang merupakan sistim yang lebih kecil, petani memberikan tanggapan yang positif dan bersemangat terhadap inisiatif NIA.

Partisipasi petani dalam BSIA

Petani-petani BSIA memberikan berbagai kontribusi di dalam proyek ini. Pertama, kesempatan besar diberikan kepada petani untuk berpartisipasi dalam perencanaan Lokakarya Dinamika Kelompok. Kelompok tani menyusun anggaran dan proposal kemudian langsung melakukan negosiasi dengan staf NIA. Mereka menerima tanggung jawab untuk menyeleksi peserta untuk ikut dalam lokakarya dan membantu merumuskan prosedur seminar dan program.

Setelah seminar, petani membentuk panitia utuk melaksanakan tugas yang berkaitan langsung dengan perbaikan sistimnya. Mereka bernegosiasi dengan kantor Biro pekerjaan umum setempat untuk mendapatkan ijin penggunaan air dari sungai Santor untuk jaringan irigasi mereka. Dengan menggunakan model yang diberikan oleh NIA sebagai pedoman, komite membuat konsep badan hukum kelompok. Konsep itu disebarkan ke semua anggota, didiskusikan beberapa kali dalam pertemuan tingkat Distrik, direvisi sesuai dengan masukan yang diperoleh dari anggota untuk kemudian diratifikasi dalam pertemuan umum.

Panitia survai dan Perencanaan membantu NIA merancang tata letak (lay-out) jaringan yang menunjukkan sumber air, lokasi bendungan, lokasi saluran, dan areal pelayanan. Tata letak ini menjadi pedoman survai teknis yang dilakukan oleh NIA. Kelompok juga memperoleh ijin untuk pelaksana survai memasuki lahan pribadi dan menyiapkan sejumlah petani untukmembantu membersihkan areal dan mematok jalur saluran yang diusulkan.

Pembebasan hak tanah untuk dialihkan menjadi jaringan saluran air merupakan permasalahan yang umum terjadi dalam proyek-proyek komunal NIA. Tawar-menawar tentang pengalihan hak tanah dari pemilik memakan waktu dan energi yang tidak sedikit. Jikapun berhasil mendapatkan persetujuan pengalihan tanah dari pemilik, tidak jarang, informasi yang akurat tentang lokasi dan ukuran tanah yang harus dibebaskan, tidak tersedia. Hal ini juga sering memperlambat proses.

BSIA juga harus melakukan negosiasi dengan NIA tentang rancang-bangun sistim irigasi tersebut. Dalam kasus ini BSIA menolak usulan NIA untuk membangun bendungan yang sekaligus memasok air ke jaringan irigasi lain yang akan dibangun NIA. BSIA menunjukkan sejumlah masalah yang pernah muncul dengan pola seperti itu. Masalah-masalah tersebut antara lain, konflik antara kelompok petani pemanfaat air, dan kelemahan kepemimpinan dalam memobilisasi anggota untuk pekerjaan operasional dan pemeliharaan. Jika mungkin, BSIA menganjurkan agar saluran air dibangun diantara sawah, bukan melintang (memotong) di atas sawah. Mereka juga menekankan agar lokasi saluran ditempat jauh dari petani yang memiliki lahan kurang dari 1 ha.

Para petani menunjukkan kesediaan untuk menanggung tambahan biaya, jika kebutuhan mereka dapat dipenuhi. Mengetahui sifat gunung di wilayah itu, mereka meminta agar bentuk struktur bangunan dapat melindungi saluran di lembah pegunungan, tetapi biaya pembangunan struktur tidak dibebankan dalam rencana anggaran semula. Para petani juga mengusulkan agar bendungan yang akan dibangun menggunakan konstruksi beton, untukmenghindari kemungkinan rusak leh banjir. NIA berusaha mempengaruhi petani untuk tetap menggunakan konstruksi bangunan yang tidak terlalu mahal mahal yang dibuat dari kawat , batu kali dan tanah. Ternyata kekhawatiran petani terbukti: dalam waktu singkat setelah selesai pembangunan, banjir dan angin topan yang sangat kencang menyapu bersih bendungan tersebut.

Partisipasi petani kemudian menjadi lebih meluas dan langsung selama tahap konstruksi proyek. Pemerintah mengharapkan agar pemanfaat irigasi menyediakan tenaga selama proses pembangunan. Input tenaga dari mereka, dinilai sesuai rate yang ditentukan NIA, yang besarnya mencapai 10 % dari biaya proyek yang harus dikumpulkan oleh kelompok sebagai kontribusinya atau sahamnya pada proyek.

Singkatnya sebelum pembangunan dimulai, kelompok membentuk panitia untuk mendaftar nama-nama perkerja yang punya keahlian di wilayah itu. Inventarisasi ini dibuat untuk menentukan proporsi tenaga kerja yang ada di masyarakat, dan memadukannya dengan uraian tugas masing-masing anggota sesuai keahliannya. Membantu menyusun pembagian beban kerja yang seimbang diantara anggota. Ahli tehnik NIA memuji sistem inventarisasi tenaga kerja ini dan menyebutnya sebagai inovasi yang membantu mereka.

Reaksi mereka pada inovasi lain, terutama dalam hal kontrol biaya, ternyata lebih ambivalen. Karena petani harus membayar kembali biaya perbaikan, petani ingin menekan biaya. Maka BSIA membentuk panitia independen untuk mengawasi bahan-bahan konstruksi yang dibutuhkan dan menghadiri pembukaan dan penyerahan tender. BSIA juga membentuk panitia pengawas mutu dan jumlah barang untuk melakukan pengecekan terhadap barang-barang yang dikirim ke lokasi proyek. Untuk memonitor penggunaan bahan bakar, pimpinan BSIA sendiri yang memeriksa jumlah pemakaian pada akhir kerja setiap hari dan sebelum memulai kerja pagi hari. Kelompok juga menuntut penyimpanan peralatan yang tidak perlu pada jam 5 sore dan tidak mengijinkan pekerjaan malam hari untuk mencegah penggunaannya oleh proyek-proyek lain non-BSIA . BSIA juga mulai menekan NIA untuk melaporkan pengeluaran keuangan. Ketika menyadari kepedulian petani tentang kontrol biaya, tenaga NIA merasa bahwa ukuran yang digunakan oleh kelompok cenderung meragukan integritas dan reputasi mereka.

Tuesday, October 6, 2009

Dunia Manajemen Proyek

http://www.duniamanajemenproyek.blogspot.com adalah merupakan salah satu judul blog yang tergabung dalam group yanuarmangulo.blogspot.com.
Blog Dunia Mananajemen Proyek mendapat perhatian yang serius dari Editor dan blog ini akan membahas mengenai bidang tersebut.
Editor blog Dunia Manajemen Proyek berharap, penulisan http://www.duniamanajemenproyek.blogspot.com dapat menjadi refferensi bersama untuk mendekatkan aktivitas dengan tujuan yang ingin dicapai.